Agak berat langkah kakiku untuk berjalan karna hari ini perasaanku memang sedang tidak baik untuk
ngeband, makannya
tadi sebelum Putra serta temanku yang lain menemuiku didalam kelas aku
buru-buru beranjak dari sekolah dan pergi pulang. Tapi ya sudahlah
mungkin dengan ngeband perasaanku akan jauh membaik.
***
Tibalah
kami di tempat biasa kami latihan band. Di sebuah studio musik yang
bernama “Permata” dan seperti namanya studio yang luasnya 4x4 meter ini
sangatlah bersih dan juga peralatan seperti Gitar, Rythem, Gitar Bass,
Drum, Keyboard, dan Soundsystemnya pun sangatlah terawat dengan baik.
Rupanya
Hersyad, Gio, dan Lukman telah menanti kedatangan kami. “Lama banget
sih!” gerutu Lukman padaku dan Putra yang kiranya telah membuat mereka
menunggu lama.
***
Berada di dalam studio
kugantungkan sebuah gitar diantara leher dan pundak lenganku, kupetikkan
sedikit guna memeriksa kecocokkan nada disetiap senarnya, temanku yang
lain pun telah bersiap memainkan alat musik yang mereka kuasai. Seperti
Hersyad yang telah siap bertempur dibalik satu set drum dengan stik
menempel erat dikedua jemarinya, jangan ditanya seberapa lihai Hersyad
bermain Drum karena Hersyad selalu mendapat
jam tambahan berlatih
drum tiga kali dalam seminggu sejak kami berlima memutuskan untuk
membentuk sebuah Band tepat setelah aku menunjukkan kepandaianku dalam
memainkan suatu melodi menggunakan gitar di acara Masa Orientasi Siswa
tepat 3 bulan yang lalu dan tepat setelah 2 minggu kami naik ke kelas
sebelas. Disudut dekat speaker Lukman yang tengah menyetem bass yang dia
bawa sendiri merupakan Bassist yang handal dan pengalamannya di band
sudah tidak diragukan lagi karena di SMP dia telah tiga kali memenangkan
festival bersama bandnya dulu yang kini telah bubar dikarenakan suatu
politik keegoisan. Gio yang merupakan salah satu anak yang beruntung
karena dilahirkan dikeluarga yang mempunyai harta yang takkan habis
ditelan 9 generasi ini cukup pandai bermain rythem dan selalu mendanai
segala urusan didalam band, seperti sekarang ini merupakan kesekian
kalinya Gio mentraktir kami bermain alat musik setelah Lukman bersikeras
agar hari ini latihan karna sebentar lagi akan ada suatu festifal yang
mempertemukan seluruh pelajar tingkat SMA/SMK/MA diseluruh Kepulauan
Riau.
“cek, cek, oke semuanya! ayo segera kita mainkan!”
Aba-aba dari Putra yang merupakan vokalist dari band yang kami beri nama
“The Bee” yang berarti Lebah, ya! Yang kami harap lagu-lagu kami
nantinya akan dapat menyengat semua lapisan masyarakat. Dan mulailah
kami memainkan suatu syair lagu dari Band kontrasioanal Peterpan yang
namanya tentu sudah menjagat dengan titlenya “Bintang di Surga”.
***
Latihan
kami pun usai. Cepatlah kuminta Putra untuk mengantarkanku pulang.
Namun langkah kami terhenti ketika percikkan air hujan menetes dari
kumpalan awan hitam tepat diatas kami setelah melangkahkan kaki keluar.
Akhirnya putra mengurungkan niatnya mengantarkanku pulang sebelum
hujannya reda.
Kami pun menunggu sang kuasa
memberhentikkan hujan ini. Dan ditengah perbincangan kami akupun kembali
terbawa alam sibukku. Resapan air hujan mulai merasuk kedalam hatiku.
Dinginnya menusuk tulangku. Dan Suara gemerciknya mengingatkanku dengan
seorang gadis yang pernah mengisi hari-hariku dan sangatlah kucintai.
Gadis itu dulu selalu menemaniku tertawa lebar disetiap kesempatan. Dan
sekarang dia telah menjauh dariku semenjak kuutarakan seluruh isi hatiku
padanya. Alasannya karena ingin konsen belajar dulu dan belum bisa
untuk menjalin hubungan
pacaran. Namun setelah beberapa saat
kudengar kabar bahwa dia sekarang bersama orang lain. Luluh lantah
segera hatiku setelah melihatnya sekarang bersama orang lain. Orang lain
yang dulunya merupakkan salah satu orang yang sangat kupercayai dan
teman bermain basketku di tim sekolah. Tepat setelah kumengetahuinya
permainanku di tim menjadi kacau dan akhirnya kumemilih untuk hengkang
dari tim.
Alissiya nama gadis itu, secantik namanya
Alissiya adalah gadis cantik yang memiliki kepribadian yang mengundang
banyak lelaki untuk mengejarnya. Dan aku adalah satu diantara belasan
lelaki yang beruntung bisa dekat dengannya. Dengan susah payah
kumendekatinya. Dan sekarang semuanya telah sirna beserta kenanganku
dengannya.
***
Candaan-candaan yang mengarah
ke berbagai aspek mengiringi langkahku bersama Putra dan Hersyad menuju
kelas setelah kubertemu mereka didepan gerbang sekolah.
Kuhentikan
langkahku dan kuarahkan mata pada sesuatu yang menarik perhatianku
sementara kedua sahabatku telah melangkah meninggalkanku dibelakang.
Seharusnya
tak usah kuperhatikan hal semacam ini. Namun langkah kakiku tak kunjung
datang lagi dan perhatianku semakin terpusat pada sepasang kekasih yang
tengah memadu asmara. Hatiku bergetar tak karuan. Jantungku seperti
tertusuk ribuan jarum tajam. Tanganku mulai bergetar dan semakin
mengepal menahan segala rasa yang tak bisa kucurahkan. Hal yang disebut
cemburu ini
kembali menyerangku dikala kutatap dengan jelas Alissiya dan Raka
tengah bermesraan. Dan rasa sakitnya selalu bertambah sakit dan kurasa
obatnya sagat sukar dicari. Setan dalam tubuhku pun kian berkumandang
memanasi hati ini dengan segala fikiran-fikiran negatif dan sering
terfikir olehku “
seharusnya udah dari dulu gue bunuh si Raka itu!” namun
akal sehatku selalu bisa mengendalikkan kumandang setan yang terkutuk
itu. Tubuhku lemas, jantungku semakin terasa sakit, segala imaji yang
hanya terlihat olehku kini semakin menambah rasa sakitku.
“dit,,
dit,, Woi Adit!” suara yang selalu membuatku segera mengubah raut
wajahku dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, karna aku tidak mau
kedua sahabatku menjadi super perhatian untuk menghiburku. Namun tak ada
celah bagiku menyembunyikkan perasaanku ini didepan sahabat-sahabat
baikku itu.
“Adit.. ayo kita kekelas,. Kan ada PR yang belum selesai…” ajak Putra. Sembari merangkulku dari belakang.
“iya.. dit.. jangan cemburu terus donk.. hahhaa” tambah Hersyad yang seperti biasa selalu saja mengenaiku.
***
Berjalanku seorang diri menyusuri koridor kelas yang lumayan sepi menuju perpustakaan untuk meminjam buku.
Telah
tiba ku didepan pintu masuk perpustakaan. Segera kulangkahkan kakiku
masuk. Baru saja kuberlari masuk perpustakaan tanpa sengaja aku menabrak
seorang gadis. Gadis yang berbadan langsing itu pun terjatuh beserta
buku-buku bawaannya. Aku pun membantunya memungut buku-bukunya yang
terjatuh itu, namun hatiku berdebar-debar hingga dapat kudengar
debarannya setelah kulihat wajah yang sangat kukenal memandangku
bersaman dengan bola mataku yang ikut hanyut kedalam tatapan pandangan
bola matanya.
“sorry” kata pertama yang kulontarkan
kepadanya setelah 5 bulan kutak pernah menyapanya, gadis yang sangat
kucintai hingga kini, yakni Alissiya.
“ya ga apa-apa”jawabnya singkat.
“
hanya itu aja?” gerutuku
dalam hati. Namun kesempatan ini takkan kusia-siakan begitu saja.
Segera kutarik tanganya dari belakang untuk menahannya pergi.
Detakkan
jantungku kian terasa, desahan nafasku kian menggila, dan kurasa
Alissiya tau betul alasanku menahannya. Segera kutarik Alissiya keluar
dari perpustakaan itu, dan tibalah disebuah sudut sekolah yang sangat
sepi. Alissiya hanya terdiam menatapku. Wajah manis yang digilai semua
pria sekolah ini tepat berada didepanku menanti kepastian apa yang akan
kulakukan terhadapnya.
“KENAPA?!!” teriakku padanya yang sekiranya membuat dia sedikit sadar akan posisinya.
“dit.. lepaskan aku..” lirih pintanya kepadaku seraya menundukkan kepalanya.
“enggak!
Aku gak akan ngelepasin kamu sebelum kamu bilang apa alasannya kamu
dulu gak nerima aku dan gak lama setelahnya malah jadian sama Raka !?
kamu tau gak kayak apa perasaanku saat itu ?! tau gak?!” segala amarahku
tak mampu lagi terbendung. Kuungkapkan semua rasa kesalku padanya
walaupun aku bukan dan tak pernah jadi siapa-siapanya Alissiya.
“Cukup
dit!!” seru suara yang telah lama tak kudengar datang dari arah
belakangku. Segera kusadari pemilik suara itu dan terlepaslah
genggamanku dilengan Alissiya. Entah kenapa dia bisa berada disini dan
menguping pembicaraanku. Alissiya pun segera menghampiri pemilik suara
itu. “Raka…” tangis Alissiya lirih kudengar.
“lu kelewatan
dit!! Lu mau tau kenapa Alissiya gak mau sama elu?! Karna lu gak pantes
buat dia dit..!!” seru Raka yang langsung terngiang-ngiang dikepalaku.
Kusadari
langkah kaki Raka mulai melangkah mendekatiku, dan kutau kali ini Raka
akan segera menyerangku dari belakang karna tak terima dengan
perlakuanku kepada Alissiya. Segera kuberbalik, kuraih tangan Raka yang
sedang mengarahkan kepalan tangan kanannya padaku dan kubalas dengan
hantaman kepalan tangan kiriku telak diwajahnya.
“boleh
juga lu dit!” ledeknya padaku yang semakin membuat hatiku tak karuan,
kini rasa sakit telah bercampur dengan rasa haus darah, bisikan setan
yang terkutuk kembali datang. “
ini kesempatanmu. Hajar dia sampai mampus” kata-kata itu terngiang-ngiang dikepalaku. Segara kuambil alih kembali jalan fikiranku sebelum hal yang tak diinginkan terjadi.
Alissiya yang melihat sang kekasihnya tumbang mendekatiku dan “
plakk” tamparan
tangan kanan tepat mengenai pipi kiriku. Suasana seperti ini semakin
membuat hancur hatiku. Kuusap pipi kiriku yang merah terbekas telapak
tengan kanan Alissiya itu dan menahan air mataku yang telah sampai ujung
kelopak mataku.
“Puas kamu dit!!” teriaknya padaku yang
semakin jelas menggambarkan betapa besar rasa cintanya pada Raka yang
tak sebanding denganku dalam segala hal. Raka merupakan kapten tim
basket sekolah, wajahnya juga lebih tampan dariku, kepribadiannya dan
penampilannya yang keren, serta kehangatannya kepada wanita membuatku
sadar akan siapa diriku yang tak punya apa-apa ini.
Tak
lama Alissiya merangkul Raka meninggalkanku disudut gelap sekolah dan
semakin membuatku hanyut kedalam pusaran penuh dengan emosi-emosi yang
membuat kepalan tanganku memukul tembok yang ada disebelahku. Sedjoli
itu meninggalkanku dengan tak menyisakan sedikit belas kasihannya
padaku. Hatiku hancur, rasanya seperti tak punya gairah lagi untuk
hidup.
***
Kumenangis, laki-laki yang
cengeng tak bisa membendung lagi perasaan yang telah lama tersimpan di
ujung hati. Kuremas kuat kepalaku berharap rasa sakit yang telah
menjalar ke helai rambut-rambutku akan hilang beserta teriakkanku. Aku
gak punya siapa-siapa lagi. Seorang yang kucintai telah bersama
mantan, ya!
Mantan Sahabatku! Mataku semakin redup menatap meja belajar dihadapanku disebuah kamar sederhana .
“dit..”
suara yang kukenal pasti memanggilku dengan langkah kecil mendekatiku.
Diusapnya pundakku mencoba untuk mencairkan hatiku.
“lu kenapa?” tambahnya kepadaku.
“enggak apa-apa..” jawabku lirih sembari menyembunyikan air mataku.
“hey
Adit! Jangan cengeng gitu napa dit!!? Lu tuh cowo! Lu gak boleh kalah
sama perasaan lu dit..” hibur Hersyad mencoba menguatkanku.
“adit..
lu masih punya kita-kita dit.. lu harus bisa nglupain dia dan
bersenang-senang dit..!” Nasehat Putra yang menyadarkanku ketika
kulupakkan sahabat-sahabat yang selalu senantiasa menemani dikalaku
sedih, senang, dan disegala suasana mereka selalu ada untukku.
“ah
udah lu dit nangisnya cepet mandi! Hari ini kan festivalnya dit!!”
tersadarku bahwa hari ini adalah Hari penting Band yang kami bentuk. Dan
segeralah kuminta temanku untuk menunguku bersiap.
***
Kami
telah latihan yang kurasa sangat cukup. Sebelum pergi kami meminta izin
terlebih dahulu kepada ibuku yang tengah berjualan dijalan depan
rumahku karena Festival ini diikuti oleh seluruh pelajar se-provinsi
Kepulauan Riau dan kami akan mewakili nama sekolah maka restu orangtua
jangan sampai tertingal .
“Putra.. lu hafal kan lagunya?
Nih baca lagi nanti lupa lagi..” Kataku pada Putra seraya menyerahkan
secarik kertas berlirik lagu yang akan kami bawakan nanti.
“oke”jawabnya singkat sembari membaca secarik kertas itu.
“Adit! Putra! Ayo donk kita berangkat nih..” panggil Gio kepadaku dan Putra.
“kami
berangkat dulu bu.. doakan kami ya!” pintaku pada ibu dibalas dengan
senyum tulus yang meyakiniku untuk tampil percaya diri nanti.
Kami pun berangkat menuju lokasi diantarkan kedua orangtua Gio yang bersemangat menyaksikan anaknya tercinta
manggung.
***
Sampailah
kami di TKP. Tempat dimana bakat kami akan dinilai oleh juri-juri yang
berpengalaman salah satunya ada Ahmad Dhani tokoh musik Indonesia yang
satu ini sengaja diundang oleh sponsor rokok yang ternama di Indonesia
ini. Tentunya kedatangan Ahmad Dhani sebagai juri membuat semangat kami
semakin berkobar.
Dan tibala giliran kami untuk perkenalan kami
persembahkan sebuah jingle yang sengaja kami ciptakan untuk band yang
kami juluki The Bee ini. Aku rasa juri telah terkesima dengan jingle
ini.
“ayo segera kita mainkan!” entah kenapa selalu
kata-kata itu yang menjadi pilihan Putra mengabani kami semua.
Setelahnya Lagu yang kami persiapkan pun kami lantunkan dengan disiplin
dan melodi indah.
***
Tepat pukul 15.15
pengumuman pemenang dikumandangkan oleh host yang terlihat sangat cantik
dan seksi. Berdebar debar perasaanku dan keempat personel The Bee
lainnya.
Senang bukan kepalang ketika The Bee dinobatkan menjadi
juara festival ini dengan membawa pulang tropy penghargaan juara
pertama. Semangatku kembali muncul, roma wajah penuh keceriaan hinggap
diwajah sahabat-sahabatku. Kini kusadari bahwa mengejar impian bersama
sahabat adalah hal nomer satu dihidupku, dan
cinta akan menjadi nomer yang ke 29.
Sekian.
Teks Asli di
Facebook